Saturday, April 11, 2009

Mencontreng Anggota Dewan





Kamis, 9 April 2009 ditetapkan oleh KPU sebagai waktu pemilihan anggota legislatif, serentak dari Sabang sampai Merauke. Meskipun di sana-sini ada beberapa TPS yang diundur atau diulang pelaksanaan pemilihannya. Hal demikian disebabkan oleh beberapa kendala, misalnya surat suara yang tertukar dengan daerah lain.

Memang pemilihan sekarang berbeda dengan beberapa metode pemilihan sebelumnya. Pada pemilihan sebelumnya para pemilih mencoblos nama atau lambang partai atau nama calon anggota legislatif. Sekarang para pemilih harus menentukan pilihannya dengan memberikan tanda contrengan (check list)pada nama calon legislatif atau lambang partai.

Yang menjadi masalah adalah dengan banyaknya partai peserta pemilu dan nama calon legislatif tiap partai para pemilih menjadi sedikit mengalami kesulitan. Kesulitan membuka kertas surat suara, melihat dan membaca satu per satu nama partai dan calon legislatif, kemudian melipat surat suara serta memasukannya. Mungkin bagi yang normal (tidak cacat) kesulitan di atas dapat diatasi. Akan tetapi bagi mereka yang tunanetra atau yang unliteracy metode seperti itu sangat menyulitkan.

Kebimbangan para pemilih dalam menentukan pilihannya adalah dengan banyaknya calon legislatif yang bertarung dalam ajang pemilu. Ada yang benar dikenal, banyak yang bintang dadakan. Yang dikenal tidak separtai, bahkan cenderung banyak yang melakukan pindah rumah alias kutu loncat. Sungguh ini menyakitkan!

Artinya, mereka yang kutu loncat itu jelas motivasinya bukan unuk demi perbaikan nasib rakyat banyak. Akan tetapi motivasinya adalah bagaimana kekuasaan tetap berada di tangannya sehingga koneksitas dengan pihak lain dapat mudah ditembus. Ujung-ujungnya ia mudah mendapatkan proyek. Sehingga untuk itu ia mau saja mengeluarkan biaya yang sangat besar. Membuat baliho, spanduk, bendera,stiker, kaos, payung, dll. Maka, marilah kembali kita melihat politik ekonomi. Calon yang seperti ini pastilah bila ia terpilih menjadi anggota legislatif ambisinya adalah bagaimana modal yang sudah ia keluarkan akan kembali dan untung banyak. Akhirnya, kembali negara dan rakyat yang dibajak oleh anggota legislatif. Misalnya, para anggota dewan itu secara berjamaah membuat UU atau aturan untuk melegalkan dana keluar.

Mereka dipayungi oleh aturan mereka sendiri untuk dapat dikatakan sah secara UU atau aturan plesir ke sejumlah negara, dengan kamuflase studi banding. Uang aspirasi, uang ini, uang itu, dan ini, dan itu, dan seterusnya yang akhirnya kembali negara dan rakyat harus menanggung beban gaya hidup mereka. Tunjangan keagamaan, tunjangan telekomuikasi, tunjangan dapaur, tunjangan keluaraga, tunjangan dan tunjangan yang lain. Maka yang terjadi adalah gedung anggota dewan tidak ubahnya dengan sarang para perompak.

Untuk itu agar para calon yang nantinya bisa duduk di kursi dewan "tak berulah", maka dalam pemilihan kemarin saya menggunakan kriteria "terbaik di antara yang tidak baik". Sehingga, potensi keculasan anggota dewan nantinya dapat tereduksi, meskipun tidak sama sekali. Kalau bertindak 'GOLPUT' sepertinya kita berlepas tangan padahal di sana ada harapan dan meminta janji-janji.

Alhamdulillah di TPS kami berlangsung dengan baik. Artinya, para calon pemilih meskipun tidak semuanya datang ke TPS dapat memberikan pilihannya dengan baik dan tidak ada celah kisruh sedikit pun. Bahkan saat penghitungan surat suara banyak di antara para warga yang saling bercanda, bertepuk tangan biala ada yang pilih partai atau nama calon ini - itu, atau dengan meneriakan kata 'sah' mengingat para anggota KPPS sudah lelah.

Mudah-mudahan dengan aturan minimal 2% perolehan suara tiap partai yang boleh ikut lagi sebagai peserta pemilu lima tahun ke depan dapat diterapkan. Mengingat jumlah partai sebanyak 44 partai dengan sejumlah nama calon legislatif yang ada sangat membingungkan para pemilih dan ini jelas memberatkan negara dalam membiayai mekanisme pemilihan. Ya, idealnya 5 partai atau paling banyak 10 partai. Sehingga, tidak banyak calon legislatif yang tak terpilih yang menjadi stress karena sudah sekian banyak mengeluarkan biaya untuk merebut suara di masyarakat. Titik.

No comments: