Tuesday, November 18, 2008

The Place Where The Future Begin


Siapa pun mahfum, bahwasannya dari bangku sekolahlah seseorang bisa menggapai apa yang ia inginkan. Mengingat, di bangku sekolah ini, dari tangan-tangan seorang guru yang sabar dan ikhlas dalam menyampaikan ilmu dan pengetahuan serta keterampilan, seorang anak manusia yang kecil menjadi tahu dan paham tentang isi dan fenomena dunia. Dengan kecakapannya itu ia bisa merambah luasnya dunia. Ia menjelajah fenomena-fenomena alam. Maka, adalah yang utama bila ia paham bahwa semua itu tak bernilai apa-apa bila tidak ada uluran tangan guru-guru mereka dahulu, sewaktu masih di bangku TK, SD, SMP, SMA, atau di bangku kuliah.

Sehebat apa pun seseorang sekarang dalam merebut posisi atau karier pastilah karena ia dahulu tertuntun tangannya untuk bisa membaca, berhitung, menulis, dan berpikir. Pertama mula ia diajari untuk mengenal abjad satu per satu. Kali pertama ia dikenalkan dengan bilanga dan angka dari yang kecil ke yang besar. Diajaknya mula-mula berani bicara di depan kelas. Dilatihnya dasar gerakan-gerakan dan keterampilan-keterampilan dari yang sederhana sampai yang kompleks. Dikenalkannya awal-awal kepada nilai-nilai dan etika sehingga menjadi tahu akan adab dan santun. Semua itu hanya karena kesabaran dan keikhlasan seorang guru dalam mengajak seorang anak manusia untuk menjadi besar.

Kini, kita tidak tahu bagaimana guru-guru kita yang dahulu menuntun, mengajari, memberi tahu, memberi percaya, dan mengingatkan kita. Boleh jadi, di antara mereka sudah yang yang menikmati masa senjanya, paripurna, dengan banyak berdzikir. Boleh jadi, di antara mereka masih aktif menuntun adik-adik, atau anak-anak kita, di kelas. Atau, boleh jadi, di antara mereka sudah ada yang berpulang ke rahmatullah. Ya, diakui atau tidak, dengan segala kelebihan dan kekurangan mereka, mereka sungguh sangat berjasa buat perjalanan hidup kita sampai sejauh ini.

Namun, yang menjadi pertanyaan, pernahkah kita kembali mendatangi mereka di rumahnya yang sederhana? Entahlah, apakah sekedar kangen, mohon restu, pamitan, mohon doa, atau lainnya. Sepertinya, untuk itu kita masih merasa sibuk karena posisi atau karier kita. Atau, memang... karena kita sudah lupa akan mereka....

Sering, jarang, pernah, ataupun tidak berkunjung kepadanya, mereka para guru-guru itu selalu saja dalam hatinya senantiasa memanjatkan bait-bait suci agar anak-anaknya dahulu yang pernah dituntunnya di kelas menjadi yang terbaik. Apakah kita pernah sekali pun dalam sujud akhir kita atau deretan doa kita terselip harapan semoga Tuhan memberikan yang terbaik buat guru-guru kita?

Boleh jadi sekarang kita sudah menggapai apa yang kita inginkan sejak dahulu mula saat kita masih kanak-kanak. Boleh jadi kita sudah menjadi deretan orang penting di republik ini. Boleh jadi kita sudah mendapati posisi yang penting dan hebat. Boleh jadi tanda tangan kita akan berimbas pada kehidupan dan nasib orang banyak. Tapi, tetap, sehebat apa pun kita, kita tidak pernah sehebat para guru-guru kita yang ilmunya pernah kita dapatkan.

Monday, November 17, 2008

Sedia Payung Sebelum Hujan


Pepatah lama mengatakan "Sedia payung sebelum hujan". Pepatah ini mengingatkan kita kepada pengertian hendaknya dalam melakukan sesuatu harus dilakukan serangkaian persiapan. Dengan serangkaian persiapan itu diharap apa yang kita lakukan kiranya akan berujung kepada keberhasilan. Paling tidak, sesuatu hambatan atau rintangan selama kita melakukan kegiatan tersebut tidak menjadi kendala yang besar. Demikian kiranya yang dapat kita pahami dari pepatah tersebut.

Kini hampir sebagian wilayah Indonesia sudah mengalami musim penghujan. Kedatangannya sungguh memberikan berkah, terutama wilayah-wilayah yang beberapa waktu kemarin mengalami musim panas yang cukup kering dan menimbulkan kesulitan di sana - sini. Cuaca yang ekstrem dan tak bersahabat selama musim kemarau dengan ditandai suhu mencapai angka 38, bahkan di Kupang sempat mencapai 40 derajat celsius, hujan memberikan sejuta harapan. Tetumbuhan kembali menghijau dan berdaun lebat. Sumur-sumur kembali berair. Aliran sungai dan anak sungai kembali menderas. Tanah tegalan, ladang, kebun, huma, dan sawah kembali siap diolah petani. Dan, pagi hari pun memberikan aroma segar yang dapat memberi semangat dan inspirasi untuk melanjutkan kehidupan.

Akan tetapi, di sejumlah wilayah, hujan bukannya memberikan berkah dan sejuta harapan bagi setiap orang. Hujan justru menjadi petaka. Banjir. Air bah. Longsor.Di Cianjur puluhan rumah dan belasan orang menjadi korban longsor karena hujan semalaman mengguyur daerah mereka. Begitu pun di Samarinda, air hujan mengepung sejumlah lokasi untuk beberapa hari lamanya. Di Sulawesi Selatan hujan menyebabkan beberapa ruas jalan tergerus air hujan yang berujung menjadi air bah. Begitu pun di sejumlah wilayah lainnya sepertinya hujan menjadi sebuah ancaman besar yang siap melumat para korban dari Sabang sampai Meurauke. Ada apa ini?

Sedia payung sebelum hujan. Sepertinya pepetah ini hanya ada di mulut dan kepala semata. Tidak menjadi sebuah pemahaman dan pembelajaran sehingga selalu saja pepatah tersebut hanya tinggal sebuah kalimat yang tak memiliki makna bagi kehidupan.

Banjir, longsor, air bah, dan bencana lainnya karena turunnya hujan selalu yang menjadi pemicu adalah karena ekosistem yang sudah timpang. Kantong-kantong air alami berubah menjadi lahan perumahan dan perkantoran. Resapan-resapan air tertutup oleh semen, beton, dan aspal. Gunung, lereng, bukit, dan lembah tak kuat lagi menahan gerusan air hujan sehingga bencana menghadang. Gelondongan kayu diangkut ke pabrik dan tungku. Tunggul-tunggul tetumbuhan dibabat habis demi lembaran uang. Lalu siapa yang harus disalahkan; apakah memang datangnya air hujan benar membawa petaka atau memang ulah manusia yang tidak semestinya?

Mari, kita bijak dengan alam!

Thursday, November 13, 2008

ST12 A-Mild Live Production in Sengata



12 Nopember 2008. Setelah semalaman hujan lebat hingga menimbulkan beberapa ruas jalan tergenang banjir (simpang 4 Telkom), ternyata di atas jam 10 siang cuaca Kota Sengata cukup kondusif. Terang. Ini berlanjut sampai menjelang malam. Maka, tak pelak para fans ST12 salah satu group musik Indonesia yang sedang populer berduyun-duyun menuju lapangan Swarga Bara untuk menyaksikan penampilan group musik tersebut.

Kami ke lapangan sekitar setengah delapan malam. Para fans sudah membentuk antrian di depan pintu masuk sampai meluber dan berjejal. Tua, muda, dan anak-anak. Lakilaki dan perempuan. Mereka seakan 'tumpah' di depan pintu masuk lokasi pertunjukan. Sementara pintu masuk belum juga dibuka. Akhirnya, saat jarum jam akan menunjukkan angka sembilan pintu masuk dibuka. Para fans pun bergerak lambat dengan modal tiket seharga Rp25.000 masuk memenuhi lapangan tempat pertunjukan. Namun, sampai angka sembilan lebih para penonton (fans) masih meluber dan membludak di luar arena pertunjukan. Bahkan, banyak di antara mereka memutuskan untuk tidak turut masuk dan pulang saja atau mendengarkan suara pertunjukan di laur arena.

Saya tidak tahu, berapa banyak kuota tiket yang disebar atau dijual para panitia pertunjukan. Kabarnya sekitar 3000-an sampai 5000-an tiket disebar. Akan tetapi, sampai siang dan saat-saat pertunjukan dimulai para penjaja tiket pertunjukan masih menawarkan kepada para pengunjung. Entah, tiket tersebut resmi atau copy-an?! Yang jelas, tiket yang ditawarkan sama wujudnya dengan tiket yang dijual di 'Tiket Box' yang ditunjuk oleh panitia.

Boleh jadi tiket yang dijual resmi. Boleh jadi juga tidak resmi.Bila resmi berarti, sesungguhnya panitia hanya ingin mengejar benefit, tanpa melihat risiko penonton yang begitu besar jumlahnya karena di sana ada penonton yang notabene tidak siap untuk berdesak-desakan.Bila tidak resmi, berarti panitia 'kecolongan'. Di sini ada oknum-oknum yang bermain dalam mengambil kesempatan dan keuntungan. Maka, selayaknya bila ada pertunjukan seperti ini lagi semestinya panitia memastikan kira-kira taksiran penonton berapa jumlahnya dengan jumlah tiket yang disebar. Kemudian, memastikan bahwa hanya tiket resmilah yang dijual agar penonton tidak dirugikan karena dengan jumlah penonton yang membludak bisa menciptakan risiko yang tidak ingin kita peroleh.

Kota Sengata memang kota yang kecil dan bisa dibilang ' The Remote City'. Tetapi, biarpun kota kecil namun keadaan masyarakatnya sungguh dinamis. Segala informasi dapat dijangkau di kota kecil dan remote ini. Penyerapan informasi itu didapat dari TV berlangganan; seperti Indovision, majalah, koran, tabloid, TV kabel, SMS, GPRS, dan begitu sangat menjamurnya teknologi internet. Dengan itu semua masyarakat Kota Sengata tidak akan pernah ketinggalan informasi. Sekecil apa pun peristiwa yang ada di belahan bumi lain, dengan cepatnya masyarakat Kota Sengata dapat mengikutinya. Misalnya, nesunya Kofifa atas perbedaan hasil perhitungan suara pilkada Jatim. Atau, kemenangan Barack Hussein Obama dalam pemilihan presiden Amerika.

Masyarakat Kota Sengata memang memiliki animo yang besar terhadap hiburan, baik olahraga maupun entertainment. Besarnya animo dan ketersediaannya finansial tidak atau kurang dibarengi dengan seringnya peristiwa hiburan yang ada. Maka, tidak heran bila ada event-event tertentu, baik olahraga, musik, atau lainnya digelar masyarakat Kota Sengata akan berbondong-bondong menyaksikannya. Inilah mungkin salah satu fenomena yang terjadi di sebuah masyarakat kota kecil yang jauh dari pusat kota pemerintahan atau kota besar, seperti Kota Sengata yang tumbuh karena ada perushaan tambang. Tentu, di kota-kota kecil lain pun akan seperti ini. Oleh karena itu, pemerataan pembangunan infrastrukstur dan sarana transportasi, kini sejatinya tidak hanya berpusat di kota-kota besar saja. Sudah saatnya kota-kota kecil pun perlu dikebangkan sehingga mobilitas msyarakat semakin dinamis sehingga pertumbuhan ekonomi semakin baik.

Tuesday, November 4, 2008

Barrack Obama is Winner of US President Election


Bravo, Obama!!!

Sangat meyakinkan kemenangan Obama dalam pemilihan presiden Amerika dalam mengatasi rivalnya Mc Cain. Secara tegas Barrack Obama menang dengan perolehan 279 electoral. Sementara rivalnya sanggup meraih 150-an electoral. Dengan demikian Barrack Obama secara sah dan resmi menjadi presiden terpilih, presiden Amerika ke-44.

Mc Cain pun secara gentle mengakui kekalahannya atas Barrack Obama lewat pidato kekalahannya di hadapan ribuan pendukungnya di sebuah lapangan terbuka. Mc cain pun mengajak kepada para pendukungnya untuk mendukung Obama dalam membangun Amerika. Pidato ini disambut dengan riuh tepuk tangan para pendukungnya. Dan, sampai sejauh ini tidak ada aksi-aksi anarki untuk menolak kemenagan Obama. Rakyat Amerika dapat menerima apa yang baru saja terjadi dalam proses pemilihan presidennya. Siapa pun yang menang bagi mereka yang penting Amerika terus membangun.

Sungguh ini sebuah pelajaran yang patut dicontoh oleh bangsa kita. Mengingat banyak sekali akhir dari hasil proses pemilihan umum, apakah itu tingkat kabupaten atau propinsi, di Indonesia harus berakhir rusuh berkepanjangan yang merugikan semua pihak, baik materi maupun nonmateri. Sebut saja misalnya, pilkada Maluku Utara, Sulawesi Selatan, Gorontalo, dan lainnya.

Mengapa kita harus belajar dari proses pilpres antara Obama dengan Mc Cain? Mengingat sebelum Obama tampil menjadi kandidat presiden banyak yang meragukan kecakapannya ditambah dengan sentuhan sentimen yang dihembuskan oleh lawan-lawannya. Banyak rakyat Amerika yang menolak calon yang bukan "Amerika Asli". Tetapi apa yang terjadi, ternyata apa pun hasilnya rakyat Amerika menerima itu semua dan siap melanjutkan membangun negerinya.

Sekali lagi, BRAVO BARRACK OBAMA!!! Congratulation! Be a good president, please!

Pilpres Amerika


Sebentar lagi rakyat Amerika akan memiliki presiden terbaru, presiden amerika ke-44. Siapa yang keluar sebagai pemenang dalam pilpres ini? Barack Obama atau Mc Cain?

Naga-naganya yang bakal keluar sebagai pemenang pilpres adalah Barack Obama. Ini bukan tanpa alasan. Sepertinya Barack Obama adalah figur yang diharap dapat membawa perubahan bagi rakyat Amerika. Ia adalah simbol bangkitnya perubahan dari masyarakat Amerika kelas bawah - menengah. Barack juga simbol untuk mendobrak kebuntuan kebijakan Gedung Putih yang selama ini dikuasai oleh kulit putih.

Sebagaimana kita tahu, Obama yang ayahnya dari negara di Afrika Timur sempat menjalani sejarah hidupnya di Indonesia. Obama dikenal dengan sebutan "Anak Menteng". Kita berharap Obama akan lebih dekat dengan negara-negara berkembang dan mengubah stigma yang berlangsung. Kita tahu, pun Obama punya adik tiri yang ayahnya bearasal dari Indonesia.

Semoga saja apa yang didengungkan dalam diri figur Obama akan terbukti bagi kebaikan rakyat Amerika dan bangsa di dunia pada umunya.