Monday, April 27, 2009

Memperingati Hari Bumi



25 April diperingati sebagai Hari Bumi. Di Kutai Timur, Kaltim, PT Kaltim Prima Coal bekerja sama dengan Pemkab Kutai Timur dan masyarakat melaksanakan peringatan Hari Bumi dengan mengambil tema 'Bakti Bumi Sengata'.

Pelakasanaan diadakan pada Sabtu, 25 April 2008. Pelaksanaan kegiatan diwarnai dengan beberapa kegiatan. Di antaranya jalan sehat sambil bersih-bersih lingkungan, menanam pohon, lomba mnggambar, membuat poster, dan pameran serta demontrasi pembuatan kompos.

Kebetulan saya diserahi tugas untuk meliput jalannya beberapa kegiatan Peringatan Hari Bumi. Saya turut berbaur dengan para peserta lomba mengambar dan mewarnai di Taman Sentra Niaga Swarga Bara. Di sinilah secara tak diduga saya didaulat untuk mengorganis beberapa kegitan sehingga saya harus menenteng megaphone dan melayani beberapa pihak. Ya, tugas dadakan. Padahal, banyak panitia yang bercokol di sana namun karena banyaknya peserta mereka menjadi agak sulit menanganinya. Maka, yang turun tangan akhirnya para guru sedangkan panitia inti sedikit demi sedikit mundur satu per satu karena banyak yang komplain.

Ya, menghadapi komplain dan protes beberapa pihak, utamanya orang tua, saya hanya senyum-senyum dan asyik aja. Nda usah ditanggapi dengan serius apalagi adu argumen. Ngalir saja. Dan, sesungguhnya selain untuk meliput jalannya kegiatan saya pun ingin mengantar anak saya turut lomba. Lomba yang diikuti adalah 'melegkapi gambar'. Maka, semuanya beres dan lomba berlangsung dengan baik berkat kerja keras para guru dan dibantu oleh sedikit panitia inti, saya melihat anak saya turut lomba sekaligus saya membuat beberapa photo sebagai bahan dokumentasi.

Namun dengan kerja keras para guru dan keterlibatan saya dalam memecahkan crowded di lapangan, akhirnya lomba dan agenda lain dapat berjalan dengan baik.

Selamat Hari Bumi. Mari kita pelihara kualitas bumi sebagai rumah kita agar tetap kondusif.

Wednesday, April 22, 2009

Acara Kartinian



Memasuki April tiap tahunnya orang Indonesia, khususnya kaum ibu-ibu sibuk siap-siap memperingati Hari Kartini. Di kantor-kantor pemerintah, instansi swasta, dan lazimnya di sekolah-sekolah peringatan Hari Kartini begitu ramai diselenggarakan.

Bentuk peringatan sangat beragam namun yang umum adalah lomba yang bernuansa female. Misalnya, lomba merangkai bunga, lomba membuat dan menghias menu nusantara, lomba peragaan busana, olahraga kasti, lomba dandan, paduan suara, atau lomba yang bernuansa domistik. Ibu-ibu ramai-ramai dech pakai busana daerah. Ada kebaya baju daerah Jawa. Ada ulos dari daerah Batak. Ada baju daerah Padang, daerah Sunda, daerah Dayak, dan lainnya. Mereka tampil cantik-cantik.

Tidak kalah hebohnya adalah perayaan Hari Kartini di sekolah-sekolah. Anak-anak seakan berpesta setahun sekali dengan mengenakan pakaian bebas tidak seperti biasanya menggunakan seragam. Mereka beragam corak dengan busana daerah atau busana adat yang ada di Indonesia. Bentuk acaranya pun beragam. Ada lomba baca puisi. Lomba bercerita riwayat hidup RA Kartini. Lomba menggambar potret RA Kartini. Lomba paduan suara lagu daerah (nasional). Lomba membuat dan menghias nasi tumpeng. Dan, yang sangat ditunggu-tunggu adalah lomba peragaan busana dan karnaval.

Dalam lomba peragaan busana mereka berpasang-pasangan (Atau, dipasangkan...?). Mereka berjalan serasi dengan busana yang dikenakannya di depan juri dan para penonton. Mereka senyum dan berjalan layaknya pasangan pengantin yang sedang menyelenggarakan resepsi. Sementara di ajang karnaval para murid serentak berjalan sesuai rute yang sudah ditetapkan dengan aneka corak ragam busana dengan asesorinya. Yah..., mereka asyik-asyik saja, bahkan cendrung menikmatinya....

Saya tidak mengerti kapan pola peringatan Hari Kartini akan berubah warnanya. Sepertinya, pola-pola semacam ini sangat dulu sekali saya pernah melewatinya dan kini terulang lagi. Atau..., ide yang tidak segera beranjak untuk mendobrak kebiasaan-kebiasaan feodal. Sepertinya peringatan Hari Kartini dengan bentuk semacam ini sangat tidak mengena dengan cita-cita yang Kartini perjuangkan dalam mengangkat harkat dan martabat kaum perempuan Indonesia.

Ini sungguh sangat paradoks. Di satu sisi Kartini ingin perempuan Indonesia maju dalam pikiran dan pendidikan. Di sisi yang lain perempuan Indonesia kini senantisa terjebak pada pola-pola lama yang sangat tradisional-feodal. Yakni, menempatkan perempuan Indonesia di sudut-sudut etalese bangsa, yang hanya memiliki fungsi sebagai tontonan, pajang, dan pamer dengan dandanan yang dikenakannya.

Wahai Ibu kita Kartini
Putri yang mulia
Sungguh besar cita-citanya
Bagi Indonesia...

(Selamat Hari Kartini. Semoga tidak terjebak dalam artifisial-feodal....)

Saturday, April 11, 2009

Mencontreng Anggota Dewan





Kamis, 9 April 2009 ditetapkan oleh KPU sebagai waktu pemilihan anggota legislatif, serentak dari Sabang sampai Merauke. Meskipun di sana-sini ada beberapa TPS yang diundur atau diulang pelaksanaan pemilihannya. Hal demikian disebabkan oleh beberapa kendala, misalnya surat suara yang tertukar dengan daerah lain.

Memang pemilihan sekarang berbeda dengan beberapa metode pemilihan sebelumnya. Pada pemilihan sebelumnya para pemilih mencoblos nama atau lambang partai atau nama calon anggota legislatif. Sekarang para pemilih harus menentukan pilihannya dengan memberikan tanda contrengan (check list)pada nama calon legislatif atau lambang partai.

Yang menjadi masalah adalah dengan banyaknya partai peserta pemilu dan nama calon legislatif tiap partai para pemilih menjadi sedikit mengalami kesulitan. Kesulitan membuka kertas surat suara, melihat dan membaca satu per satu nama partai dan calon legislatif, kemudian melipat surat suara serta memasukannya. Mungkin bagi yang normal (tidak cacat) kesulitan di atas dapat diatasi. Akan tetapi bagi mereka yang tunanetra atau yang unliteracy metode seperti itu sangat menyulitkan.

Kebimbangan para pemilih dalam menentukan pilihannya adalah dengan banyaknya calon legislatif yang bertarung dalam ajang pemilu. Ada yang benar dikenal, banyak yang bintang dadakan. Yang dikenal tidak separtai, bahkan cenderung banyak yang melakukan pindah rumah alias kutu loncat. Sungguh ini menyakitkan!

Artinya, mereka yang kutu loncat itu jelas motivasinya bukan unuk demi perbaikan nasib rakyat banyak. Akan tetapi motivasinya adalah bagaimana kekuasaan tetap berada di tangannya sehingga koneksitas dengan pihak lain dapat mudah ditembus. Ujung-ujungnya ia mudah mendapatkan proyek. Sehingga untuk itu ia mau saja mengeluarkan biaya yang sangat besar. Membuat baliho, spanduk, bendera,stiker, kaos, payung, dll. Maka, marilah kembali kita melihat politik ekonomi. Calon yang seperti ini pastilah bila ia terpilih menjadi anggota legislatif ambisinya adalah bagaimana modal yang sudah ia keluarkan akan kembali dan untung banyak. Akhirnya, kembali negara dan rakyat yang dibajak oleh anggota legislatif. Misalnya, para anggota dewan itu secara berjamaah membuat UU atau aturan untuk melegalkan dana keluar.

Mereka dipayungi oleh aturan mereka sendiri untuk dapat dikatakan sah secara UU atau aturan plesir ke sejumlah negara, dengan kamuflase studi banding. Uang aspirasi, uang ini, uang itu, dan ini, dan itu, dan seterusnya yang akhirnya kembali negara dan rakyat harus menanggung beban gaya hidup mereka. Tunjangan keagamaan, tunjangan telekomuikasi, tunjangan dapaur, tunjangan keluaraga, tunjangan dan tunjangan yang lain. Maka yang terjadi adalah gedung anggota dewan tidak ubahnya dengan sarang para perompak.

Untuk itu agar para calon yang nantinya bisa duduk di kursi dewan "tak berulah", maka dalam pemilihan kemarin saya menggunakan kriteria "terbaik di antara yang tidak baik". Sehingga, potensi keculasan anggota dewan nantinya dapat tereduksi, meskipun tidak sama sekali. Kalau bertindak 'GOLPUT' sepertinya kita berlepas tangan padahal di sana ada harapan dan meminta janji-janji.

Alhamdulillah di TPS kami berlangsung dengan baik. Artinya, para calon pemilih meskipun tidak semuanya datang ke TPS dapat memberikan pilihannya dengan baik dan tidak ada celah kisruh sedikit pun. Bahkan saat penghitungan surat suara banyak di antara para warga yang saling bercanda, bertepuk tangan biala ada yang pilih partai atau nama calon ini - itu, atau dengan meneriakan kata 'sah' mengingat para anggota KPPS sudah lelah.

Mudah-mudahan dengan aturan minimal 2% perolehan suara tiap partai yang boleh ikut lagi sebagai peserta pemilu lima tahun ke depan dapat diterapkan. Mengingat jumlah partai sebanyak 44 partai dengan sejumlah nama calon legislatif yang ada sangat membingungkan para pemilih dan ini jelas memberatkan negara dalam membiayai mekanisme pemilihan. Ya, idealnya 5 partai atau paling banyak 10 partai. Sehingga, tidak banyak calon legislatif yang tak terpilih yang menjadi stress karena sudah sekian banyak mengeluarkan biaya untuk merebut suara di masyarakat. Titik.

Friday, April 3, 2009

Memilih Anggota Dewan



Masa kampanye pemilihan anggota DPR, baik untuk tingkat kabupaten, propinsi, dan pusat, hari ini sudah berakhir. Mulai Minggu sampai Rabu menjelang waktu pencontrengan (pencoblosan?), adalah masa tenang. Dan, di har Kamis, 9 April 2009 seluruh WNI yang sudah memenuhi syarat berhak mengikuti pemelihan anggota dewan tersebut.

Para calon anggota dewan bersama partai yang ditumpanginya sudah mengumbar janji-janji dan tidak lupa mengotak-atik partai rivalnya sehingga para calon pemilih dapat menentukan pilihan untuknya atau paratainya. Gambar pun dengan tampang yang narsis sudah dipasang mereka di mana-mana. Ada yang senyum, ada yang melambaikan tangan, ada yang mengepal, ada yang bersalam dengan tokoh terkenal, dan lainnya. Intinya, mereka begitu narsis.

Sok bersih. Sok hebat. Sok bisa. Sok pinter. Sok ngerti. Sok tahu. Sok segala-galanya daripada yang lainnya. Anehnya, mereka yang photonya terpampang di pinggir jalan itu, yang berjas, berdasi, berkopiah, dan dengan latar belakang merah - putih,; atau yang dandan cantik, kemunculannya baru-baru ini saja. Sehingga tidak jarang di antara mereka tidak dikenal oleh masyarakat.

Kalaulah mereka menonjol di masyarakat dengan berorganisasi ini atau itu dan telah mendarmabaktikan hidupnya untuk kepentingan masyarakat, sepertinya tidak akan sulit mereka duduk di kursi dewan. Tapi, ya, itu. Secara mendadak dan tiba-tiba mereka muncul dan ngaku-ngaku: pinter, tahu, hebat, bisa, ngerti, amanah, dan lain-laian dan lain-lain.

Bahkan yang lebih narsis dan tidak lucu adalah ada calon anggota dewan yang berasal dari partai lain ke partai lain. Misalnya, sebelumnya ia menjadi anggota dewan dari partai A. Akan tetapi, karena ia sudah menjabat untuk yang kesekian kali atau di-PAW-kan, atau dicopot keanggotaannya, ia mencari partai baru dan membayar ini - itu agar namanya berada di barisan teratas dari partai tersebut. Ini sungguh konyol!!!

Jelas ini terbaca dengan lugas mereka yang kutu loncat ini, misinya bukan untuk perbaikan masyarakat, melainkan demi perut dan isi rumahnya dan keluarganya. Sehingga, kedinastiannya, kemewahannya, dan hidup enaknya dari hasil membajak UU tidak terhenti.

Lalu, kita mau pilih siapa?
Ya, jawabannya ada pada diri Anda. Namun, kiranyanya cobalah bertanya pada hati nurani kita masing-masing. Mau pilih calon anggota dewan yang narsis dan menggunakan aji-aji, atau pilih calon anggota dewan yang track recordnya sifat negatifnya lebih sedikit. Sehingga biarpun kita pilih orang yang masih ada celanya, setidaknya kita pilih orang yang celanya tidaklah lebar.

Bagaimana?