Wednesday, January 28, 2009

Mau Jadi Apa kalau Besar Nanti, Nak?


Kerap sekali kita menyaksikan ibu-ibu, bapak-bapak, atau orang dewasa ketika bercakap-cakap dengan seorang anak terselip pertanyaan: "Kalau besar nanti mau jadi apa?". Maka, dengan tegasnya anak tersebut menjawab: "Jadi pilot,". Atau, menyebutkan profesi-profesi orang dewasa lainnya yang memiliki kesan 'wah' dan gengsi.

Kita pun masih ingat saat ditanya hal demikian ketika kita masih anak-anak. Secara otomatis jawaban kita sepertinya sudah diplot. Yakni, menyebut profesi-profesi orang dewasa yang memiliki nilai gengsi meskipun pada saat itu kita tidak tahu benar dengan profesi tersebut. Dan, jawaban serta angan-angan itu tersimpan dalam memori kita seiring usia yag semakin bertambah.

Akan tetapi, saat kita sudah lebih banyak berkenalan dengan dunia, jawaban yang kita buat di saat usia kita masih belia dahulu, semakin lama semakin bias. Ternyata banyak alternatif-alternatif yang tersedia di luar sana. Dan, untuk menggapai itu semua memerlukan sebuah upaya yang tidak mudah. Bahkan, tidak sedikit modal yang diperlukan.

Ada keinginan yang tercapai sesuai dengan cita-cita kita dahulu. Namun tidak sedikit orang-orang akhirnya menjauh dari profesi yang dicita-citakan pada masa dahulu. Entah karena 1001 alasan yang menghadangnya atau yang menyebabkan dia harus menjauh dari yang dicita-citakannya. Walaupun demikian halnya itu wajar-wajar saja. Mengingat pada saat kita ditanya tentang cita-cita, saat itu kita belum mengetahui bagaimana abtraksi sebuah cita-cita dan untuk apa seseorang harus memilih cita-cita atau profesi.

Kaitannya antara cita-cita dengan anak adalah sangat penting. Hal ini berguna untuk membangun motivasi, mandiri, kreativitas, dan rasa percaya diri anak. Dengan itu anak akan menjadi optimis dalam hidupnya. Adalah di sisi lain dan itu tidak penting, bila dalam kenyataannya cita-citanya itu akan persis tercapai atau berbeda dengan kenyataannya saat ia besar nanti.

Sungguh sangat disayangkan dan fatal bila seorang anak dalam perjalanan hidupnya tidak meiliki cita-cita. Sehingga, ia tidak sejak dini membangun harapan-harapannya itu untuk diperjuangkan. Dengan begitu ia hidup bagaikan awan yang tersapu angin. Ke mana arah mendorong, maka ia pun mengikuti dorongan itu padahal belum tentu ia sesuai dan bisa untuk ke arah sana.

Tugas orangtua dalam hal ini adalah sebatas ikut membangun harapan-harapannya dan menjelaskan apa-apa saja profesi atau cita-cita itu. Seiring dengan perkembangan usianya kita pun bisa berdiskusi untuk menjelaskan apa dan bagaimana profesi-profesi atau cita-cita itu. Kita tidak harus langsung menunjukkan harus begini atau harus begitu. Sebaliknya, kita pun tidak harus mengatakan bahwa cita-cita atau profesi yang ini jelek sedangkan yang lain bagus. Biarlah anak membawa cita-citanya sendiri. Sekali lagi tugas kita hanya membangun, menyokong, dan ini yang tidak kalah penting membiaayai atas pencapaian cita-cita atau profesi yang diangankannya.

No comments: