Thursday, November 13, 2008

ST12 A-Mild Live Production in Sengata



12 Nopember 2008. Setelah semalaman hujan lebat hingga menimbulkan beberapa ruas jalan tergenang banjir (simpang 4 Telkom), ternyata di atas jam 10 siang cuaca Kota Sengata cukup kondusif. Terang. Ini berlanjut sampai menjelang malam. Maka, tak pelak para fans ST12 salah satu group musik Indonesia yang sedang populer berduyun-duyun menuju lapangan Swarga Bara untuk menyaksikan penampilan group musik tersebut.

Kami ke lapangan sekitar setengah delapan malam. Para fans sudah membentuk antrian di depan pintu masuk sampai meluber dan berjejal. Tua, muda, dan anak-anak. Lakilaki dan perempuan. Mereka seakan 'tumpah' di depan pintu masuk lokasi pertunjukan. Sementara pintu masuk belum juga dibuka. Akhirnya, saat jarum jam akan menunjukkan angka sembilan pintu masuk dibuka. Para fans pun bergerak lambat dengan modal tiket seharga Rp25.000 masuk memenuhi lapangan tempat pertunjukan. Namun, sampai angka sembilan lebih para penonton (fans) masih meluber dan membludak di luar arena pertunjukan. Bahkan, banyak di antara mereka memutuskan untuk tidak turut masuk dan pulang saja atau mendengarkan suara pertunjukan di laur arena.

Saya tidak tahu, berapa banyak kuota tiket yang disebar atau dijual para panitia pertunjukan. Kabarnya sekitar 3000-an sampai 5000-an tiket disebar. Akan tetapi, sampai siang dan saat-saat pertunjukan dimulai para penjaja tiket pertunjukan masih menawarkan kepada para pengunjung. Entah, tiket tersebut resmi atau copy-an?! Yang jelas, tiket yang ditawarkan sama wujudnya dengan tiket yang dijual di 'Tiket Box' yang ditunjuk oleh panitia.

Boleh jadi tiket yang dijual resmi. Boleh jadi juga tidak resmi.Bila resmi berarti, sesungguhnya panitia hanya ingin mengejar benefit, tanpa melihat risiko penonton yang begitu besar jumlahnya karena di sana ada penonton yang notabene tidak siap untuk berdesak-desakan.Bila tidak resmi, berarti panitia 'kecolongan'. Di sini ada oknum-oknum yang bermain dalam mengambil kesempatan dan keuntungan. Maka, selayaknya bila ada pertunjukan seperti ini lagi semestinya panitia memastikan kira-kira taksiran penonton berapa jumlahnya dengan jumlah tiket yang disebar. Kemudian, memastikan bahwa hanya tiket resmilah yang dijual agar penonton tidak dirugikan karena dengan jumlah penonton yang membludak bisa menciptakan risiko yang tidak ingin kita peroleh.

Kota Sengata memang kota yang kecil dan bisa dibilang ' The Remote City'. Tetapi, biarpun kota kecil namun keadaan masyarakatnya sungguh dinamis. Segala informasi dapat dijangkau di kota kecil dan remote ini. Penyerapan informasi itu didapat dari TV berlangganan; seperti Indovision, majalah, koran, tabloid, TV kabel, SMS, GPRS, dan begitu sangat menjamurnya teknologi internet. Dengan itu semua masyarakat Kota Sengata tidak akan pernah ketinggalan informasi. Sekecil apa pun peristiwa yang ada di belahan bumi lain, dengan cepatnya masyarakat Kota Sengata dapat mengikutinya. Misalnya, nesunya Kofifa atas perbedaan hasil perhitungan suara pilkada Jatim. Atau, kemenangan Barack Hussein Obama dalam pemilihan presiden Amerika.

Masyarakat Kota Sengata memang memiliki animo yang besar terhadap hiburan, baik olahraga maupun entertainment. Besarnya animo dan ketersediaannya finansial tidak atau kurang dibarengi dengan seringnya peristiwa hiburan yang ada. Maka, tidak heran bila ada event-event tertentu, baik olahraga, musik, atau lainnya digelar masyarakat Kota Sengata akan berbondong-bondong menyaksikannya. Inilah mungkin salah satu fenomena yang terjadi di sebuah masyarakat kota kecil yang jauh dari pusat kota pemerintahan atau kota besar, seperti Kota Sengata yang tumbuh karena ada perushaan tambang. Tentu, di kota-kota kecil lain pun akan seperti ini. Oleh karena itu, pemerataan pembangunan infrastrukstur dan sarana transportasi, kini sejatinya tidak hanya berpusat di kota-kota besar saja. Sudah saatnya kota-kota kecil pun perlu dikebangkan sehingga mobilitas msyarakat semakin dinamis sehingga pertumbuhan ekonomi semakin baik.

No comments: